Para penyemprot itu memakai masker sambil terus bekerja menyemprotkan cairan dari semprotan yang memakai tuas pendorong maju-mundur. Mereka naik di lokomotif, terkadang merunduk, menjangkau sela-sela besi lokomotif yang nyempil.
"Ya itu disemprot pakai solar. Memang tidak bisa mencegah karat tapi setidaknya memperpanjang umur logamnya," jelas Deddy Herlambang, pendiri Indonesia Steam Locomotive Community (ISLC), ketika ditemui detikcom pada Sabtu (5/5/2012) pagi pekan lalu.
Begitulah aksi ISLC yang dilakukan secara rutin pada Sabtu pekan pertama setiap bulan. Tak cuma menyemprot dengan solar, menurut Deddy, skrup-skrup dan elemen-elemen yang kecil pada lokomotif itu juga perlu diberi oli untuk merawatnya.
Deddy, selain pengguna, dia juga pencinta kereta api hingga memahami seluk beluk sejarah kereta api dari zaman Indonesia di koloni Belanda, Inggris, hingga Jepang. Lokomotif itu kebanyakan memakai bahan bakar kayu jati, air, atau batubara. Bentuknya memang khas, karena ada cerobong asap di depannya.
Menurut Deddy, lokomotif kuno ini paling banyak tersisa di Indonesia. Mayoritas buatan Jerman, ada juga yang buatan Belanda atau Inggris.
"Di TMII ada 25 loko, dan di Ambarawa ada 21. Kalau kereta yang kayu di Taman Mini ada 6, termasuk yang dipakai Pak Karno itu," jelas Deddy sambil menunjuk bagian depan Museum Transportasi.
Bahkan Deddy hafal lokomotif mana saja yang hilang. Ya, hilang, dicuri tangan-tangan jahil sehingga hanya tersisa dokumentasi saja.
"Yang hilang nomor seri DD 52, DD 50, DD 51, CC 10, B 53. Hilang dikilokan, hanya foto-nya saja (yang tersisa)," kata Deddy yang memiliki banyak referensi dan buku-buku tentang lokomotif kuno ini.
Deddy bahkan bisa mendeskripsikan masing-masing lokomotif ini sesuai fungsinya. "Kalau yang ini loko trem, kalau yang itu loko jarak sedang," jelas Deddy sambil menunjuk lokomotif bernomor seri B 2209 dan E 1016.
Atas keistimewaan bahwa lokomotif kuno ini paling banyak di Indonesia, dan tak banyak masyarakat yang ngeh bahwa lokomotif kuno ini adalah warisan sejarah, Deddy lantas menggalang inisiatif untuk merawat lokomotif-lokomotif kuno ini. Apalagi dia melihat lokomotif kuno ini bak tak bertuan.
"Dulu di bawah PJKA yang masih di bawah Departemen Perhubungan. Sekarang setelah terpisah, PT KAI sebagai operator dan Kemenhub sebagai regulator, lokomotif ini belum jelas, berada di bawah siapa," jelas pria kelahiran Semarang 26 Desember 1970 ini.
Dia bahkan mendapati lokomotif kuno itu beratap langit, kepanasan dan kehujanan yang merusak besi-besi lokomotif itu. Beruntung, keluhannya didengar Kemenhub yang akhirnya membuat atap-atap.
Alumnus jurusan Arsitektur di Unika Atmajaya Yogyakarta ini lantas bertemu dengan orang-orang 'se-frekuensi' yang juga pencinta kereta api dan sejarah hingga terbentuklah ISLC ini pada awal 2011 lalu. Begitulah mereka kemudian secara rutin pada Sabtu pekan pertama merawat lokomotif ini, dengan dana swadaya dari para anggota komunitasnya.
Bahkan beberapa dari belasan orang yang datang merawat lokomotif ini berusia muda, sekitar 20-an tahun. Seperti Agra, yang baru lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan ini.
"Saya memang penyuka sejarah, kemudian ketemu Pak Deddy ini, lantas saya belajar dari beliau," jelas Agra yang memiliki banyak buku referensi lokomotif kuno ini.
Semangat peduli dan melestarikan inilah yang dikobarkan Deddy dan komunitasnya. Mereka menyemprot sekitar 20-an lokomotif kuno itu secara bergantian. Kini mereka sedang memikirkan cara untuk menghidupkan kembali lokomotif itu, seperti di Ambarawa.
"Pemerintah Inggris sudah mengatakan akan membantu untuk menghidupkan salah satu lokomotif buatan mereka, tak peduli berapapun biayanya. Kalau Belanda bersedia membantu Rp 300 juta untuk menghidupkan lokomotifnya. Tapi ya itu, birokrasinya masih ribet," jelas Deddy sambil tersenyum.
Nah, bila Anda tertarik untuk bergabung dan berkontribusi bersama ISLC ini, mereka bisa dihubungi di:
Facebook: Indonesian Steam Locomotive Community (ISLC)
Milis: steamloco@googlegroups.com
Sumber : detik News
0 komentar:
Posting Komentar